TELAAH KRITIS TERHADAP BUKU LOGIKA
KARANGAN Drs. H. MUNDIR
KARANGAN Drs. H. MUNDIR
Buku yang berjudul logika, karangan Drs. H. Mundiri ini merupakan buku utama yang di pakai acuan para mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Hal ini di karenakan materi-materi yang disajikan sangat mendetail dengan pembagian-pembagian bab yang runtut dan mendetail, hal tersebut bisa dilihat dalam sistematika pengurutan bab per bab, beliau mengurutkan bab yang dianggap medasar dan cakupannya lulas, seperti terlihat dalam bab I, yang membahas masalah logika, pada bab II tentu saja
Pada bab II tentu saja tidak terlepas dari bab I yaitu membahas kata, dari sini dapat kita katakan bahwa ketika seseorang membuka buku karangan Drs. H. Mundiri dan langsung membaca bab dua, otomatis seseorang terebut bakal mengalami kesulitan hal ini tidak lain karena bab II merupakan penjabaran atau penjelasan dari bab I, keterpautan seperti ini tidak hanya pada bab I dan bab 2, tapi juga bab-bab selanjutnya, yang setiap bab memiliki hubungan yang runtun dan bab sebelum dan sesudahnya.
Hal tersebut tentu saja memberikan nilai plus pada buku ini, di banding dengan buku lain yang kebanyakan peruntutan babnya acak-acakan serta penjelasn yang kurang mendetail dalam menjabarkan isi, Drs. H. Mundiri menggunakan metode deskripsi dan argumentasi, beliau menjelaskan secara gamlang jelas beserta pengertian, hukum-hukum silogisme ini, beliau menyertakan cara atau metode dalam penggunaan silogisme, misalnya menuliskan bagaimana para ahli logika pada waktu itu mempelajari dan menghapal yang berupa sajak.
Selain mengurutkan dan memperluas penjelasan, juga terdapat faktor lain yang membuat buku ini layak di pakai sebagai buku wajib bagi mahasiswa yaitu adanya pemasukan atau insert bab-bab yang dibuku lain dianggap tidak penting. Tapi dalam buku ini, bab-bab yang di anggap tidak penting tersebut di kemas dan sajikan secara khusus sehingga tidak ada kesukaran dalam pemahaman. Hal tersebut pada bab 7 yang berjudul pernyataan yang sama di buku lain semisal karangan R.G Soekadjo tidak tercantumkan bab itu.
Sebuah buku, bagaimanapun lengkapnya pastilah terdapat yang namanya noda-noda hitam, biarpun itu tidak sampai merubah maksud dari buku itu sendiri, disini mungkin kita menjumpai berbagai kelebihan dalam buku karangan Drs. H. Mundiri ini, tapi ketika kita membaca buku-buku karangan penulis lain, kita akan tau dimana letak kekurangan dari buku logika karangan H. Mundiri, misalnya ; kita membandingkan dengan buku logika lain, ketika masuk pembahasan induksi dan deduksi, yang dibuku lain di tulis pembagian pemikiran deduksi itu apa saja, pembagian induksi itu apa saja, di buku logika karangan H. Mundiri tidak begitu, semua di tulis beruntut tanpa ada pembagian apakah itu masuk deduksi atau induksi.
Salam keterangan yang mengabaikan klasifikasi antara induksi dan deduksi, H. Mundiri juga tidak menyertakan kesimpulan/ concluse di tiap akhir bab, pertanyaan atau soal-soal yang ada dibelakang cenderung hanya mencari jawaban untuk how, dan why, sangat sedikit yang mencari jawaban untuk how, dan ini secara langsung bakal membuat mahasiswa/ pembaca menjadi pasif.
Begitu juga dengan contoh-contoh yang digunakan, kesemuanya, masih menggunakan contoh-contoh klasik, contohnya: pada bab kausalitas ada beberapa contoh yang dikemukakan masih bersifat kuno, pada halaman 180: H Mundiri mengamukakan contoh metode Sisihor dengan adanya penemuan neptunus pada tahun 1846, tidak ada salah dalam contoh tersebut, tetapi kelitahan tidak relevan saja dengan masa sekarang, alangkah lebih baiknya bila contoh-contoh yang disertakan sesuai dengan waktu dan tempat, apalagi berpijak pada logika, bahwa logika itu sesuai, relevan dan pas dengan keadaan dan waktu yang bagaimanapun. Dengan bigitu, mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mencerna dan menginterretasikan logika itu dalam kehidupan sehari-hari.
Selain pada contoh diatas, yang perlu digaris bawahi lagi pada buku logika karangan H. Mundiri ini adalah, pada pemilihan diksi, H Mundiri dalam menjelaskan setiap babnya selain menyertakan istilah atau kosa kata yang baru yang biasanya diambil dari bahasa latin, untuk makna istilah mungkin ada, tapi tidak untuk makna harfiyah atau etimologi, hal ini bisa dilihat pada hal 125, terdapat kata Sorite untuk pemaknaan dalam kontek tersebut mungkin bisa, tapi tidak untuk makna Sorite itu sendiri. Pemaknaan secara kebahasaan hampir diabaikan dalam buku ini. Pada waktu pembaca atau prestasi mungkin saja hal ini bisa di selesaikan tapi tidak ketika bab logika di terapkan dalam disiplin ilmu lain. Kendala yang pasti muncul dalam permasalahan ini adalah kesulitan penerapan kata yang di maksud pada kontek dan keadaan lain.
Selain penyajian data yang berupa tulisan, dalam buku logika lain juga disertakan data-data yang berupa tabel atau diagram, tapi itu tidak ada ada buku logika karangan H. Mundiri ini, kesemua informasi disajikan dalam rup ulasan dan tulisan. Tentu saja ini bukan mempersulit pembaca untuk memahami dan memetakkan bab yang dimaksud. Sekilas memang masih dijumpai tabel atau diagram pada buku logika ini, tapi itu tidak ada kaitannya dengan pengertian, mungkin hanya sekedar penjelasan contoh (lihat hal 175).
Begitu juga dengan rumus-rumus, hampir semua pijakan atau dasar berfikir diklasifikasikan secara terurai tidak dengan rumus. Hal itu bisa dijumpai di bab silogisme pada point bentuk-bentuk silogisme, uraian yang dikemukakan pada point ini akan lebih baik lagi jika tiap ulasan di sertakan dengan rumusan. Pada figur I, II, III, dan IV semua mengandung 3 pointt (premis mayor, premis minor, kesimpulan).
- Untuk figur I bisa dirumuskan : A = B
B = A
C = B
- Untuk figur II bisa dirumuskan : A = B
C = B
C = A
- Untuk figur III bisa dirumuskan : A = B
A = C
C = B
- Untuk figur IV bisa dirumuskan : A = B
B = C
C = A
Dari situ, pemahaman pembaca akan lebih mengena dan tentu saja bakalan mudah menghafal dan mengingatnya. Permasalahan serupa juga terjadi, hal itu bisa dilihat pada halaman 111 sampai 113, orang yang membaca halaman tersebut pasti bakal menemukan kesulitan dalam memahami penjelasan itu.
Alangkah lebih baiknya apabila dalam bentuk-bentuk yang sah pada figur tersebut disertakan keterangan tertulis, misalnya :
- AAA (barbara)
Semua mahasiswa bisa baca tulis (universal +)
Semua laki-laki itu adalah mahasiswa (universal +)
Jadi semua laki-laki itu bisa baca tulis (universal +)
Dengan keterangan dalam kurung tersebut, pembaca pasti bakalan mengalami kemudahan karena tidak perlu lagi membuka bab preposisi. Salah satu point plus dalam buku karangan H. Mundiri ini adalah keterkaitan antara bab satu dengan bab sebelum dan sesudahnya. Tetapi di balik itu terdapat kelemahan, hal ini di karenakan pembaca tidak bisa memotong atau mengutip tanpa menyertakan bab sebelumnya.
Terlepas dari kelebihan sebuah buku, kita sebagai mahasiswa haruslah selalul bersikap objektif, kelemahan dari sebuah buku bukannya sebuah kecacatan atau bahkan pengurangan pengetahuan pada kita, tetapi dengan adanya kelemahan tersebut, menjadikan kita semakin berpikir kritis-analisisk, bagaimana menjadikan kekurangan menjadi sebuah nilai plus. Salah satu cara untuk mengubah dari kekurangan buku menjadi kelebihan bagi kita adalah sistem comparasion, kita mengkomparasikan memilih dan memilah buku-buku yang senada, sehingga dari kacamata satu buku kita bisa tetapi dengan kelebihan buku lainnya.
Begitu juga, ketika kita menemui buku yang materi penyajiannya lengkap serta sesuai dengan tugas kita, jangan serta merta mengadopsi kesemuanya, karena boleh jadi pada buku-buku lainnya, kita bakal menemui hal-hal baru yang tidak ada di buku yang lengkap tadi.
Buku karangan Drs. H. Mundiri ini, bukanlah satu-satunya buku yang mengulas tentang pelajaran logika, masih banyak buku yang senada yang juga sama-sama menyajikan penjelasan tentang pelajaran logika. Dengan begitu banyaknya buku yang beredar, sementara mahasiswa menyambut dengan positif, karena dengan membaca kesemua itu wahana pengetahuan akan semakin meluas.
Buku logika ini merupakan salah satu donatur ilmu bagi kita, menyajian yang begitu lengkap, dan sistematis tentulah banyak membantu kita, oleh karena itu merubah, mengkritisi dan mengembangkan adalah tugas kita.
Pada bab II tentu saja tidak terlepas dari bab I yaitu membahas kata, dari sini dapat kita katakan bahwa ketika seseorang membuka buku karangan Drs. H. Mundiri dan langsung membaca bab dua, otomatis seseorang terebut bakal mengalami kesulitan hal ini tidak lain karena bab II merupakan penjabaran atau penjelasan dari bab I, keterpautan seperti ini tidak hanya pada bab I dan bab 2, tapi juga bab-bab selanjutnya, yang setiap bab memiliki hubungan yang runtun dan bab sebelum dan sesudahnya.
Hal tersebut tentu saja memberikan nilai plus pada buku ini, di banding dengan buku lain yang kebanyakan peruntutan babnya acak-acakan serta penjelasn yang kurang mendetail dalam menjabarkan isi, Drs. H. Mundiri menggunakan metode deskripsi dan argumentasi, beliau menjelaskan secara gamlang jelas beserta pengertian, hukum-hukum silogisme ini, beliau menyertakan cara atau metode dalam penggunaan silogisme, misalnya menuliskan bagaimana para ahli logika pada waktu itu mempelajari dan menghapal yang berupa sajak.
Selain mengurutkan dan memperluas penjelasan, juga terdapat faktor lain yang membuat buku ini layak di pakai sebagai buku wajib bagi mahasiswa yaitu adanya pemasukan atau insert bab-bab yang dibuku lain dianggap tidak penting. Tapi dalam buku ini, bab-bab yang di anggap tidak penting tersebut di kemas dan sajikan secara khusus sehingga tidak ada kesukaran dalam pemahaman. Hal tersebut pada bab 7 yang berjudul pernyataan yang sama di buku lain semisal karangan R.G Soekadjo tidak tercantumkan bab itu.
Sebuah buku, bagaimanapun lengkapnya pastilah terdapat yang namanya noda-noda hitam, biarpun itu tidak sampai merubah maksud dari buku itu sendiri, disini mungkin kita menjumpai berbagai kelebihan dalam buku karangan Drs. H. Mundiri ini, tapi ketika kita membaca buku-buku karangan penulis lain, kita akan tau dimana letak kekurangan dari buku logika karangan H. Mundiri, misalnya ; kita membandingkan dengan buku logika lain, ketika masuk pembahasan induksi dan deduksi, yang dibuku lain di tulis pembagian pemikiran deduksi itu apa saja, pembagian induksi itu apa saja, di buku logika karangan H. Mundiri tidak begitu, semua di tulis beruntut tanpa ada pembagian apakah itu masuk deduksi atau induksi.
Salam keterangan yang mengabaikan klasifikasi antara induksi dan deduksi, H. Mundiri juga tidak menyertakan kesimpulan/ concluse di tiap akhir bab, pertanyaan atau soal-soal yang ada dibelakang cenderung hanya mencari jawaban untuk how, dan why, sangat sedikit yang mencari jawaban untuk how, dan ini secara langsung bakal membuat mahasiswa/ pembaca menjadi pasif.
Begitu juga dengan contoh-contoh yang digunakan, kesemuanya, masih menggunakan contoh-contoh klasik, contohnya: pada bab kausalitas ada beberapa contoh yang dikemukakan masih bersifat kuno, pada halaman 180: H Mundiri mengamukakan contoh metode Sisihor dengan adanya penemuan neptunus pada tahun 1846, tidak ada salah dalam contoh tersebut, tetapi kelitahan tidak relevan saja dengan masa sekarang, alangkah lebih baiknya bila contoh-contoh yang disertakan sesuai dengan waktu dan tempat, apalagi berpijak pada logika, bahwa logika itu sesuai, relevan dan pas dengan keadaan dan waktu yang bagaimanapun. Dengan bigitu, mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mencerna dan menginterretasikan logika itu dalam kehidupan sehari-hari.
Selain pada contoh diatas, yang perlu digaris bawahi lagi pada buku logika karangan H. Mundiri ini adalah, pada pemilihan diksi, H Mundiri dalam menjelaskan setiap babnya selain menyertakan istilah atau kosa kata yang baru yang biasanya diambil dari bahasa latin, untuk makna istilah mungkin ada, tapi tidak untuk makna harfiyah atau etimologi, hal ini bisa dilihat pada hal 125, terdapat kata Sorite untuk pemaknaan dalam kontek tersebut mungkin bisa, tapi tidak untuk makna Sorite itu sendiri. Pemaknaan secara kebahasaan hampir diabaikan dalam buku ini. Pada waktu pembaca atau prestasi mungkin saja hal ini bisa di selesaikan tapi tidak ketika bab logika di terapkan dalam disiplin ilmu lain. Kendala yang pasti muncul dalam permasalahan ini adalah kesulitan penerapan kata yang di maksud pada kontek dan keadaan lain.
Selain penyajian data yang berupa tulisan, dalam buku logika lain juga disertakan data-data yang berupa tabel atau diagram, tapi itu tidak ada ada buku logika karangan H. Mundiri ini, kesemua informasi disajikan dalam rup ulasan dan tulisan. Tentu saja ini bukan mempersulit pembaca untuk memahami dan memetakkan bab yang dimaksud. Sekilas memang masih dijumpai tabel atau diagram pada buku logika ini, tapi itu tidak ada kaitannya dengan pengertian, mungkin hanya sekedar penjelasan contoh (lihat hal 175).
Begitu juga dengan rumus-rumus, hampir semua pijakan atau dasar berfikir diklasifikasikan secara terurai tidak dengan rumus. Hal itu bisa dijumpai di bab silogisme pada point bentuk-bentuk silogisme, uraian yang dikemukakan pada point ini akan lebih baik lagi jika tiap ulasan di sertakan dengan rumusan. Pada figur I, II, III, dan IV semua mengandung 3 pointt (premis mayor, premis minor, kesimpulan).
- Untuk figur I bisa dirumuskan : A = B
B = A
C = B
- Untuk figur II bisa dirumuskan : A = B
C = B
C = A
- Untuk figur III bisa dirumuskan : A = B
A = C
C = B
- Untuk figur IV bisa dirumuskan : A = B
B = C
C = A
Dari situ, pemahaman pembaca akan lebih mengena dan tentu saja bakalan mudah menghafal dan mengingatnya. Permasalahan serupa juga terjadi, hal itu bisa dilihat pada halaman 111 sampai 113, orang yang membaca halaman tersebut pasti bakal menemukan kesulitan dalam memahami penjelasan itu.
Alangkah lebih baiknya apabila dalam bentuk-bentuk yang sah pada figur tersebut disertakan keterangan tertulis, misalnya :
- AAA (barbara)
Semua mahasiswa bisa baca tulis (universal +)
Semua laki-laki itu adalah mahasiswa (universal +)
Jadi semua laki-laki itu bisa baca tulis (universal +)
Dengan keterangan dalam kurung tersebut, pembaca pasti bakalan mengalami kemudahan karena tidak perlu lagi membuka bab preposisi. Salah satu point plus dalam buku karangan H. Mundiri ini adalah keterkaitan antara bab satu dengan bab sebelum dan sesudahnya. Tetapi di balik itu terdapat kelemahan, hal ini di karenakan pembaca tidak bisa memotong atau mengutip tanpa menyertakan bab sebelumnya.
Terlepas dari kelebihan sebuah buku, kita sebagai mahasiswa haruslah selalul bersikap objektif, kelemahan dari sebuah buku bukannya sebuah kecacatan atau bahkan pengurangan pengetahuan pada kita, tetapi dengan adanya kelemahan tersebut, menjadikan kita semakin berpikir kritis-analisisk, bagaimana menjadikan kekurangan menjadi sebuah nilai plus. Salah satu cara untuk mengubah dari kekurangan buku menjadi kelebihan bagi kita adalah sistem comparasion, kita mengkomparasikan memilih dan memilah buku-buku yang senada, sehingga dari kacamata satu buku kita bisa tetapi dengan kelebihan buku lainnya.
Begitu juga, ketika kita menemui buku yang materi penyajiannya lengkap serta sesuai dengan tugas kita, jangan serta merta mengadopsi kesemuanya, karena boleh jadi pada buku-buku lainnya, kita bakal menemui hal-hal baru yang tidak ada di buku yang lengkap tadi.
Buku karangan Drs. H. Mundiri ini, bukanlah satu-satunya buku yang mengulas tentang pelajaran logika, masih banyak buku yang senada yang juga sama-sama menyajikan penjelasan tentang pelajaran logika. Dengan begitu banyaknya buku yang beredar, sementara mahasiswa menyambut dengan positif, karena dengan membaca kesemua itu wahana pengetahuan akan semakin meluas.
Buku logika ini merupakan salah satu donatur ilmu bagi kita, menyajian yang begitu lengkap, dan sistematis tentulah banyak membantu kita, oleh karena itu merubah, mengkritisi dan mengembangkan adalah tugas kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar